Kelangkaan pasokan daging sapi di DKI Jakarta diduga
karena permainan kartel. Indikasi kartel ini berada pada tahap produksi.
Demikian Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Nawir Messi di
kantornya, Rabu (6/2).
“Sedang kita pelajari. Ada indikasi ke situ (kartel,
red),” jelas Nawir kepada wartawan, Rabu (6/2).
Perkiraan ini muncul karena Nawir melihat kesulitan
pasokan daging ini hanya terjadi di DKI Jakarta. Sedangkan di daerah luar
Jakarta, pasokan daging melimpah.
Distribusi yang tidak merata ini menjadi penyebab
melonjaknya harga daging. Parahnya lagi, Nawir melihat sistem alokasi kuota
daging, terutama kepada importir tidak transparan. Tidak ada kejelasan kriteria bagi importir
untuk menerima kuota pasokan daging. Alhasil, kartel pun dapat dimainkan.
Rumah Potong Hewan (RPH) tak luput dari pengamatan
tim KPPU. Pasalnya, KPPU menduga RPH memiliki potensi kartel dalam pengendalian
pasokan. Soalnya, RPH adalah pintu untuk memperlancar dan menghambat stok
daging.
Lebih lagi, tim investigasi KPPU juga menemukan
sejumlah RPH dimonopoli perusahaan daging. Bentuk monopoli yang dilakukan
adalah penggelontoran dana yang dilakukan perusahaan daging ke RPH. Dana
diberikan untuk perawatan mesin-mesin dan kebersihan RPH agar bebas dari
penyakit pada sapi yang hendak dipotong. Sehingga, pengusaha daging menjual
daging lebih mahal.
Meskipun Nawir mencium adanya indikasi kartel di
sektor daging sapi ini, Nawir mengatakan tanpa kartel saja, harga daging akan
melonjak jika terjadi pengurangan pasokan daging sapi.
“Tanpa kartel saja, pengurangan supply dapat
mengangkat harga,” terang Nawir. Swasembada Biang Krisis
Rupanya, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha
Importir Daging Sapi (Aspidi) Thomas Sembiring tidak sepakat dengan Nawir
Messi. Menurutnya, kartel bukan penyebab krisis daging sapi yang melanda DKI
Jakarta.
Bantahan ini diperkuat Thomas dengan data harga
daging sapi. Menurutnya, krisis daging sapi tidak hanya melanda di DKI Jakarta,
tetapi hampir diseluruh wilayah Indonesia.
Ia pun menyebutkan lima wilayah dengan harga daging
sapi tertinggi, seperti Papua harga daging mencapai Rp103 ribu/kg, Samarinda
sekitar Rp102 ribu/kg, dan Tanjung Pinang sekitar Rp101 ribu/kg. Sedangkan
Banjarmasin dan Malang bergerak di angka Rp100 ribu/kg.
“Kenaikan harga tidak hanya di DKI saja, tetapi
menyeluruh. Jadi, bukan disebabkan ada pengaruh permainan pedagang,” urainya di
KPPU, Rabu (6/2)
Menolak dikatakan ada indikasi kartel, Thomas justru
melihat program swasembada daging menjadi biang kerok krisis daging. Soalnya,
dengan program ini, pemerintah telah mengurangi kuota impor. Akibatnya, jumlah
daging sapi yang beredar di pasar Indonesia juga berkurang. Sementara itu,
jumlah data demand daging mengandung kesalahan. Thomas melihat ada satu
komponen yang tidak dihitung, yaitu kaum ekspatriat.
Menurutnya, jumlah ekspatriat yang ada di Indonesia
juga mengonsumsi daging sapi. Brasil saja mengonsumsi daging 30kg per kapita.
Singapura dan Jepang membutuhkan 7kg per kapita dan Vietnam berkisar 4 kg per
kapita. Sedangkan Indonesia, hanya memerlukan 2kg per kapita.
“Ada kelemahan dalam menghitung demand sehingga
terjadi kekurangan stok,” tukasnya.
Senada dengan Thomas, Assisten Pengembangan Usaha
Bidang Litbang RPH Cakung PD Dharma Jaya, Widhanardi mengatakan krisis daging
sapi disebabkan karena swasembada daging. Akibatnya, kelangkaan bahan baku
tidak dapat dihindari.
Kelangkaan terjadi karena pasokan daging lokal belum
dapat memenuhi seluruh permintaan konsumen. Pasalnya, pasokan sapi dan daging
sapi berasal dari peternak rumah tangga. Sehingga, tidak semua sapi siap
potong. Usia sapi siap potong milik peternak berbeda-beda.
Kendati demikian, Widhanardi tetap sepakat dengan
swasembada asalkan lokal memliki pasokan yang cukup. Untuk itu, pembenahan
sistem dan kebijakan menjadi perlu demi mencukupi pasokan sapi.
“Kalau lokal sudah siap, tidak masalah swasembada.
Kalau tidak, siap-siap saja kekurangan sapi potong. Kita saja (RPH,red) sudah
berkompetisi membeli sapinya,” ucapnya dalam kesempatan yang sama.
Sumber: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5113151395cb2/dugaan-kartel-warnai-kelangkaan-daging-sapi
0 komentar:
Posting Komentar