Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC)
Belanda yang saat itu
menganut paham Merkantilis benar-benar menancapkan kukunya di Hindia Belanda.
Belanda melimpahkan wewenang untuk mengatur Hindia Belanda kepada VOC
(Vereenigde Oost-Indische Compagnie), sebuah perusahaan yang didirikan dengan
tujuan untuk menghindari persaingan antar sesama pedagang Belanda, sekaligus
untuk menyaingi perusahaan imperialis lain seperti EIC (Inggris).
Untuk mempermudah aksinya di Hindia
Belanda, VOC diberi hak Octrooi, yang antara lain meliputi :
1. Hak mencetak uang
2. Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
3. Hak menyatakan perang dan damai
4. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
5. Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC.
1. Hak mencetak uang
2. Hak mengangkat dan memberhentikan pegawai
3. Hak menyatakan perang dan damai
4. Hak untuk membuat angkatan bersenjata sendiri
5. Hak untuk membuat perjanjian dengan raja-raja
Hak-hak itu seakan melegalkan keberadaan VOC sebagai “penguasa” Hindia Belanda. Namun walau demikian, tidak berarti bahwa seluruh ekonomi Nusantara telah dikuasai VOC.
Kenyataannya, sejak tahun
1620, VOC hanya menguasai komoditi-komoditi ekspor sesuai permintaan pasar di
Eropa, yaitu rempah-rempah. Kota-kota dagang dan jalur-jalur pelayaran yang
dikuasainya adalah untuk menjamin monopoli atas komoditi itu. VOC juga belum
membangun sistem pasokan kebutuhan-kebutuhan hidup penduduk pribumi.
Peraturan-peraturan yang ditetapkan VOC seperti verplichte leverentie
(kewajiban meyerahkan hasil bumi pada VOC ) dan contingenten (pajak hasil bumi)
dirancang untuk mendukung monopoli itu. Disamping itu, VOC juga menjaga agar
harga rempah-rempah tetap tinggi, antara lain dengan diadakannya pembatasan
jumlah tanaman rempah-rempah yang boleh ditanam penduduk, pelayaran Hongi dan
hak extirpatie (pemusnahan tanaman yang jumlahnya melebihi peraturan). Semua
aturan itu pada umumnya hanya diterapkan di Maluku yang memang sudah diisolasi
oleh VOC dari pola pelayaran niaga samudera Hindia. Dengan memonopoli
rempah-rempah, diharapkan VOC akan menambah isi kas negri Belanda, dan dengan
begitu akan meningkatkan pamor dan kekayaan Belanda.
Disamping itu juga
diterapkan Preangerstelstel, yaitu kewajiban menanam tanaman kopi bagi penduduk
Priangan. Bahkan ekspor kopi di masa itu mencapai 85.300 metrik ton, melebihi
ekspor cengkeh yang Cuma 1.050 metrik ton. Namun, berlawanan dengan kebijakan
merkantilisme Perancis yang melarang ekspor logam mulia, Belanda justru
mengekspor perak ke Hindia Belanda untuk ditukar dengan hasil bumi. Karena
selama belum ada hasil produksi Eropa yang dapat ditawarkan sebagai komoditi
imbangan,ekspor perak itu tetap perlu dilakukan. Perak tetap digunakan dalam
jumlah besar sebagai alat perimbangan dalam neraca pembayaran sampai tahun
1870-an.
Pada tahun 1795, VOC bubar karena
dianggap gagal dalam mengeksplorasi kekayaan Hindia Belanda. Kegagalan itu
nampak pada defisitnya kas VOC, yang antara lain disebabkan oleh :
1. Peperangan yang terus-menerus
dilakukan oleh VOC dan memakan biaya besar, terutama perang Diponegoro.
2. Penggunaan tentara sewaan membutuhkan
biaya besar.
3. Korupsi yang dilakukan pegawai VOC
sendiri.
4. Pembagian dividen kepada para pemegang
saham, walaupun kas defisit.
Maka, VOC diambil-alih (digantikan) oleh republik Bataaf (Bataafsche Republiek). Republik Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau balau. Selain karena peperangan sedang berkecamuk di Eropa (Continental stelstel oleh Napoleon), kebobrokan bidang moneter sudah mencapai puncaknya sebagai akibat ketergantungan akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang kini terhambat oleh blokade Inggris di Eropa.
Maka, VOC diambil-alih (digantikan) oleh republik Bataaf (Bataafsche Republiek). Republik Bataaf dihadapkan pada suatu sistem keuangan yang kacau balau. Selain karena peperangan sedang berkecamuk di Eropa (Continental stelstel oleh Napoleon), kebobrokan bidang moneter sudah mencapai puncaknya sebagai akibat ketergantungan akan impor perak dari Belanda di masa VOC yang kini terhambat oleh blokade Inggris di Eropa.
Sebelum republik Bataaf mulai berbenah,
Inggris mengambil alih pemerintahan di Hindia Belanda.
Pendudukan Inggris (1811-1816)
Inggris berusaha merubah pola pajak hasil
bumi yang telah hampir dua abad diterapkan oleh Belanda, dengan menerapkan
Landrent (pajak tanah). Sistem ini sudah berhasil di India, dan Thomas Stamford
Raffles mengira sistem ini akan berhasil juga di Hindia Belanda. Selain itu,
dengan landrent, maka penduduk pribumi akan memiliki uang untuk membeli barang
produk Inggris atau yang diimpor dari India.
Inilah imperialisme modern yang
menjadikan tanah jajahan tidak sekedar untuk dieksplorasi kekayaan alamnya,
tapi juga menjadi daerah pemasaran produk dari negara penjajah. Sesuai dengan
teori-teori mazhab klasik yang saat itu sedang berkembang di Eropa, antara lain
:
1. Pendapat Adam Smith bahwa tenaga kerja
produktif adalah tenaga kerja yang menghasilkan benda konkrit dan dapat dinilai
pasar, sedang tenaga kerja tidak produktif menghasilkan jasa dimana tidak
menunjang pencapaian pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini, Inggris menginginkan
tanah jajahannya juga meningkat kemakmurannya, agar bisa membeli produk-produk
yang di Inggris dan India sudah surplus (melebihi permintaan).
2. Pendapat Adam Smith bahwa salah
satu peranan ekspor adalah memperluas pasar bagi produk yang dihasilkan (oleh
Inggris) dan peranan penduduk dalam menyerap hasil produksi.
3. The quantity theory of money bahwa
kenaikan maupun penurunan tingkat harga dipengaruhi oleh jumlah uang yang
beredar.
0 komentar:
Posting Komentar